This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Monday, January 31, 2011

Pengenalan Seorang Hamba Terhadap Allah

al akh Abu Ibrahim Abdullah

Sebuah kewajiban yang paling pokok dan mendasar bagi seorang hamba adalah mengenal Rabbnya, mengenal Allah yang telah menciptakannya, memelihara dan memberi rezeki kepadanya, Yang tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah melaikan Dia.

Wajib bagi seorang hamba untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang benar yang membuahkan rasa cinta kepada Allah, takut kepada Nya dan beribadah kepadaNya semata.

Berkata Syaikh Muhammad Aman Al Jami Rahimahullah : “ Yaitu pengenalan seorang hamba kepada Allah yang mewajibkan mencintaiNya Subhanahu wata’ala, takut kepadaNya, mengagungkanNya, mengagungkan perintahNya dan syari’atNya. Pengenalan yang mewajibkan muraqabatullah (merasa dalam pengawasan Allah Ta‘ala) dan takut kepadaNya serta puncak cinta kepadaNya, dikarenakan cinta kepada Allah adalah ruh iman, dan iman jika kosong dari cinta kepada Allah seperti jasad yang mati (tanpa ruh –ed)”
(Syarhu Tsasatil Usuul : 21).

Dan pengenalan seorang hamba kepada Allah dengan cara membaca ayat – ayatNya yang menjelaskan tentang keesaan Allah didalam rububiyahNya, uluhiyahNya dan asma (nama-nama) dan sifatNya. Begitu juga dengan memikirkan ciptaanNya karena itu semua menunjukkan tentang kebesaran dan keagunagn Allah yang menciptakannya.

Pengenalan seorang hamba kepada Allah tidaklah terlealisasi kecuali dengan mengimani empat hal :

Pertama : Beriman kepada wujud (keberadaan) Allah


Sesungguhnya menyakini wujud (keberadaan) Allah adalah perkara fitrah yang Allah fitrahkan kepada manusia sejak lahir. Sebagian besar manusia mengakui wujud (keberadaan) Allah dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali sedikit seperti orang atheis itupun karena kesombongan mereka padahal hati mereka menyakini.

Adanya langit, bumi, matahari bulan dan makhluk lainnya serta keteraturan alam semesta menunjukkan ada yang mencipta dan yang mengaturnya, Dialah Allah yang mencipta dan mengatur alam semesta ini.

Allah Ta’ala berfirman :

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

“ Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun (yang menciptakan) ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? “
(Qs. Ath Thur : 35)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا الليْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

“ Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
(Qs. Yasin : 40)

Kedua : Beriman kepada rububiyah Allah

Yaitu menyakini bahwasannya Allah adalah Rabb segala sesuatu, pemilik, pencipta, pemberi rezeki yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi manfaat dan mudharat (bahaya), yang segala urusan berada ditanganNya. Dan bahwasannya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagi Nya.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam” (QS. Al-Fatihah : 2)

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

Artinya : “Allah pencipta segala sesuatu “ (QS. Az-Zumar : 62)

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

“ Dan tidak ada suatu binatang melatapun dilangit dan dibumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya” (Qs. Hud : 6)

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ

“ Kepunyaan Allahlah langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya “ (Qs. Al Maidah : 120)

Ketiga : Beriman kepada uluhiyah Allah

Yaitu mengesakan Allah didalam ibadah kita, tidaklah kita beribadah melainkan hanya kepada Nya. Seluruh ibadah kita dzahiran (lahiriah) dan Bathinan (hati), seperti doa, menyembelih, nadzar, khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakal hanya kita peruntukkan kepada Allah semata.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya : “Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan memohon pertolongan” (QS. Al-fatihah : 5)

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)

Keempat : Beriman kepada asma (nama-nama) dan sifat Allah

Yaitu beriman kepada nama-nama Allah dan sifatNya, dengan menetapkan nama-nama dan sifat Allah yang Allah dan Rasul Nya tetapkan dengan tanpa menyerupakan Allah dengan makhlukNya.

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura’ : 11)

Pengenalan seorang hamba kepada Allah adalah dengan merealisasikan keimanan terhadap empat hal diatas, beriman kepada wujud (keberadaan) Allah, rububiyahNya, uluhiyahNya dan asma dan sifatNya. Dan wajib atas seorang hamba untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang benar sehingga dia bisa beribadah kepada Allah diatas basihrah (ilmu) dan tidak boleh bodoh atau melalaikan dari mengenal kepada Allah.

Sumber Artikel : Tauhid Yang Pertama,Ilmu,Amal, Dan Dakwah

Wednesday, January 26, 2011

Empat Penyebab Kekufuran Seseorang


Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah

Rukun kekufuran ada empat yaitu sombong, hasad, marah, dan syahwat. Sifat sombong akan mencegah seseorang untuk tunduk, hasad menghalangi untuk menerima nasihat, marah akan menghalangi untuk berbuat adil, dan syahwat akan menghalangi untuk konsentrasi dalam beribadah.

Apabila hancur pondasi kesombongan akan mudah baginya untuk tunduk; apabila pondasi hasad runtuh maka akan mudah baginya menerima nasihat dan melaksanakannya Bila pondasi marah runtuh maka akan mudah baginya untuk berbuat adil dan tawadhu’; dan bila pondasi syahwat itu hancur maka akan mudah baginya untuk bersabar, menahan diri dari maksiat serta istiqamah dalam beribadah.

Memindahkan sebuah gunung dari tempatnya lebih ringan, gampang dan mudah dibanding menghilangkan keempat perkara ini bagi orang yang telah terkena. Terlebih bila semua telah menjadi perilaku dan tabiat yang mendarah daging. Bersamaan dengan itu, tidak akan lurus amalan apapun yang dibangun di atasnya dan amalan-amalan tersebut tidak akan dapat membersihkan dirinya. Setiap kali dia membangun sebuah amalan, maka akan diruntuhkan oleh keempat perkara tersebut, dan segala macam penyakit bermuara darinya.

Bila keempat perkara tersebut menancap di dalam hati maka akan menampilkan kebatilan sebagai kebenaran, kebenaran sebagai kebatilan, ma’ruf dalam bentuk mungkar dan mungkar dalam bentuk ma’ruf, dan dunia akan mendekatinya sedangkan akhirat akan menjauh darinya. Bila kamu meneliti kekufuran umat terdahulu (kamu akan menjumpai, pen.) semuanya bermuara dari keempat perkara tersebut.

Dan besar kecilnya sebuah adzab tergantung dari besar dan kecilnya keempat sifat tersebut. Barangsiapa membiarkan keempat rukun kekufuran tersebut pada dirinya, maka dia telah membuka pintu kejahatan pada dirinya. Dan barangsiapa menutupnya maka akan tertutup pintu-pintu kejahatan pada dirinya.

Keempat perkara di atas akan menyebabkan seseorang terhalang untuk tunduk, ikhlas, bertaubat, menerima kebenaran, menerima nasihat dari saudaranya, dan tawadhu’ di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan di hadapan makhluk. Keempat sifat tersebut disebabkan kejahilan tentang Rabbnya dan kejahilan tentang dirinya.

Jika dia mengetahui Allah ‘Azza wa Jalla dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna dan Agung, serta dia mengetahui tentang dirinya yang penuh kelemahan dan serba kekurangan, niscaya dia tidak akan menyombongkan diri, tidak akan marah, dan tidak akan iri hati kepada siapapun yang telah mendapatkan anugerah dari Allah ‘Azza wa Jalla.

[Al-Fawaid, hal. 174-175]
Sumber : http://sunniy.wordpress.com/2010/05/22/empat-penyebab-kekufuran-seseorang/

Friday, January 21, 2011

Bualan Film Kiamat 2012


Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty

Sebagai seorang muslim tentulah kita berusaha untuk selalu menjaga keimanan kita, apalagi dizaman sekarang ini banyaknya kesesatan, kemaksiatan dan sedikitnya orang-orang yang menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Diantara kesesatan yang lagi heboh-hebohnya adalah pengakuan akan terjadinya kiamat tahun 2012 hal ini diperparah dengan dibuat filmnya. Sebuah kesesatan yang mengacam aqidah ummat, sebuah perkara yang paling berharga bagi seorang muslim. Dalam rangka ta’awun (saling membantu) dalam menjelaskan kesesatan kepada ummat, kami berusaha menjelaskan kesesatan pengakuan kiamat akan terjadi pada tahun 2012 dengan harapan sedikit banyak semoga menjadi penjelasan bagi ummat.Apa itu kiamat ?

Dijelaskan oleh As Syaikh Al Allamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : “ Al Yaumul Akhir maksudnya adalah yaumul qiyamah (hari kiamat) dinamakan dengan yaumul akhir dikarenakan hari terakhir setelah hari pertama yaitu dunia. Dunia adalah hari pertama dan kiamat adalah hari terakhir “ ( Syarh Al Ushulus Tsalasah : 167)

Allah Ta’ala berfirman tentang hari kiamat :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ

“ Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu, sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). Ingatlah pada hari ketika kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, akan tetapi adzab Allah sangatlah besar “
( Qs. Al Hajj : 1-2 )

Kewajiban beriman kepada hari akhir (kiamat) :

Seorang muslim wajib beriman kepada hari akhir yaitu keyakinan yang pasti tentang kedatangannya, pasti terjadi serta mengamalkan konsekuensinnya. Termasuk didalamnya adalah beriman dengan tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya, juga dengan kematian serta apa yang terjadi sesudahnya, berupa fitnah kubur, siksa dan kenikmatan yang ada didalamnya, juga beriman kepada tiupan sangsakala, keluarnya segenap makhluk dari kubur mereka, kengerian dan kedahsyatan hari kiamat, mahsyar dan dibukanya buku catatan amal, mizan (timbangan amal) shirat (titian), haudh (telaga), syafaat dan lainnya juga dengan surga dengan segala kenikmatannya dan neraka dengan segala adzabnya.

Berkata As Syaikh Al Allamah Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahullah : “ Beriman kepada hari akhir (kiamat) mengandung tiga perkara

Pertama : Mengimani ba’ts (kebangktan) yaitu menghidupkan kembali orang – orang yang sudah mati ketika tiupan sangsakala yang kedua kalinya, …. Hari kebangkitan suatu yang pasti hal ini ditunjukkan oleh al kitab (Al Qur’an) as sunnah dan ijma kaum muslimin.

Kedua : Beriman dengan hisab (perhitungan) dan jaza’ (pembalasan) dengan menyakini bahwa seluruh perbuatan akan dihitung dan dibalas hal ini telah dijelaskan oleh Al kitab (Al Qur’an), sunnah dan ijma kaum muslimin.

Ketiga : Beriman dengan adanya surga dan neraka dan kedua tempat tersebut sebagai tempat manusia yang abadi, surga tempat kenikmatan yang Allah sediakan untuk orang yang beriman dan bertakwa… dan neraka adalah tempat adzab (siksaan) bagi orang kafir dan dzalim. (Syarhul Imaan, dengan diringkas. Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin : 232 )

Dalil tentang beriman kepada hari akhir banyak sekali diantaranya adalah, Allah Ta’ala berfirman

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

“ Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir “
(Qs. At Taubah : 18)

Dan dalam sebuah hadist, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “ Engkau beriman kepada Allah, pada malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya dan hari akhir dan engkau beriman kepada taqdir baik maupun yang buruk “ (HR. Muslim dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu)

Buah beriman dari hari akhir :

1. Mencintai ketaatan dan bersungguh – sungguh melakukan ketaatan dengan mengharap pahala pada hari tersebut
2. Membenci dari berbuat maksiat takut akan siksaan pada hari itu
3. Menghibur orang yang beriman tentang apa yang tidak didapatkan didunia dengan mengharap kenikmatan serta pahala diakhirat ( Syarh Ushulul Imaan Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin :24 )

Benarkah Kiamat terjadi pada tahun 2012 ?

Masalah terjadinya kiamat tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah semata, hal ini merupakan kekhususan bagi Allah semata, bahkan malaikat dan nabi yang terdekat saja tidak mengetahui terlebih-lebih selain mereka. Pengakuan bahwa kiamat terjadi 2012 adalah bualan dan omong kosong baik itu jika bersumber dari para astrolog atau ramalan suku maya ataupun yang lainnya, dan hal ini yaitu pengakuan bahwa kiamat terjadi pada waktu tertentu bukanlah yang pertama kalinya dan semua berakhir dengan tidak terjadi apa-apa seperti bualan dan omong kosong bahwa kiamat akan terjadi pada tanggal 9 bulan 9 dan tahun 1999. Kita sebagai seorang muslim menyakini bahwa kapan terjadinya kiamat hanya Allahlah yang tahu.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ

“ Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, kapan terjadinya? Katakanlah sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Rabbku, tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia “
( Qs. Al Ara’af : 187 ).

Berkata As Syaikh Al Allamah Abdurrahman As Sa’di Rahimahullah : “ Katakanlah sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada Rabbku” bahwasannya Allah Ta’ala yang khusus mengetahuinya ( Taisirul Karimurrahman syaikh As Sa’di pada ayat ini)

Berkata juga As Syaikh Rahimahullah : “ Tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia “ yaitu tidak ada yang mengetahui waktunya, yang mengetahui waktu terjadinya kiamat hanyalah Dia “ (sumber yang sama)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Kunci-kunci perkara yang ghaib ada lima tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah…..(disebutkan diantaranya) yaitu tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya kiamat “
(HR. Bukhari dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu)

Dan dalam hadist yang lain, sebuah hadist yang masyhur tentang dialog antara Malaikat Jibril dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang pokok agama islam, sampai pada perkataan Malaikat Jibril “ Lalu lelaki tersebut (jibril) bertanya lagi, beritahukanlah kepadaku tentang kiamat ? Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda tidaklah yang ditanya lebih mengerti daripada yang bertanya…..”
(HR. Muslim dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu)

Berkata As Syaikh Al Allamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah “ Yaitu saya (Rasulullah) dan kamu (malaikat jibril) sama-sama tidak mengetahui kapan terjadinya kiamat Allah tidak memberi tahu atas perkara ini, tidak kepada malaikat tidak kepada Rasul dan tidak kepada seorangpun, bahkan Dia simpan didalam ilmu Nya Subhanahu wata’ala “
(Syarah Al Ushulus Tsalasah Syaikh Shaleh Al Fauzan : 182 )

Berkata As Syaikh Al Allamah Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahullah : “ Bahwasannya terjadinya hari kiamat tidak ada yang mengetahui nya siapapun kecuali Allah Azza Wajalla dikarenakan seutama-utama utusan dari malaikat bertanya kepada seutama utama utusan dari manusia dan berkata : “ tidaklah yang ditanya lebih mengerti daripada yang ditanya “ dapat ditetapkan dari ini sebuah faedah bahwasannya jika seseorang membenarkan orang yang mengaku mengetahui terjadinya kiamat pada waktu tertentu, maka dia menjadi kafir dikarenakan mendustakan Al Qur’an dan As Sunnah “
( Syarh Al Arbain Nawawi Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin Rahimahiullah : 117 )

Jelaslah dari penjelasan diatas bahwa pengakuaan tentang akan terjadinya kiamat pada tahun 2012 hanyalah bualan dan omong kosong. Maka sudah seyogyanya seorang muslim harus berhati-hati terhadap keselamatan aqidahnya dari hal-hal yang merusaknya. Diantaranya adalah dengan menonton film kiamat 2012.

Sumber: http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2009/11/20/bualan-film-kiamat-2012/#comment-194

Tuesday, January 18, 2011

Materi Pendidikan Agama Untuk Anak


Penulis : Al Ustadz Hammad Abu Muawiyah

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu dia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Sampai pada firman-Nya:

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأُمُورِ

“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat, suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
( QS. Luqman: 13-17 ) Hingga dua ayat setelahnya.

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah mereka apabila tidak melaksanakannya, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.”
(HR. Abu Daud no. 495)

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata:

أَخَذَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كِخْ كِخْ لِيَطْرَحَهَا ثُمَّ قَالَ أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ

“Suatu hari Al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma mengambil kurma dari kurma-kurma shadaqah lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hei, hei,” agar dia membuangnya dari mulutnya. Kemudian Beliau bersabda: “Tidakkah kamu mengetahui bahwa kita (ahlul bait) tidak boleh memakan zakat.”
(HR. Al-Bukhari no. 1491 dan Muslim no. 1069)

Umar bin Abu Salamah berkata: “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tanganku kesana kemari di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ

“Wahai anak kecil, bacalah ‘bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.”
(HR. Al-Bukhari: 9/521 dan Muslim no. 2022)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dia berkata: Aku pernah berada di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, lalu beliau bersabda:

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ

“Hai nak, sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kau akan menemui-Nya berada di hadapanmu. Bila kau meminta maka mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberimu manfaat, niscaya mereka tidak akan memberi manfaat apa pun kepadamu selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu untuk membahayakanmu, niscaya mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (penulis takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (tempat menulis takdir) telah kering.”
(HR. At-Tirmizi no. 2516)

Maksudnya: Takdir tidak akan bisa lagi berubah.

Penjelasan ringkas:

Di antara perkara yang dilalaikan oleh banyak orang tua adalah perkara yang berkenaan dengan pengajaran agama kepada anak-anak mereka, memberikan tuntunan kepada mereka, serta mengingatkan mereka ketika mereka melakukan kesalahan.

Hal itu karena mereka berfikiran bahwa anak-anak itu bukanlah mukallaf (belum wajib mengerjakan syariat), karena itu tidak mengapa mereka meninggalkan perintah atau mengerjakan larangan, selama mereka belum balig.

Pikiran seperti ini -walaupun benar dari satu sisi- akan tetapi merupakan kesalahan dan kelalaian dari sisi yang lain. Hal itu karena membiasakan serta melatih anak-anak untuk mengerjakan apa yang diperintahkan atau menjauhi apa yang dilarang, merupakan termasuk wasilah terbesar guna mempersiapkan mereka agar bisa mematuhi aturan-aturan syariat setelah nanti mereka balig.

Jika mereka tidak dibiasakan sejak usia tamyiz (mumayyiz) maka ketika mereka balig, mereka tentu akan kesulitan dan merasa berat untuk mematuhi aturan-aturan syariat yang secara umum sifatnya mengatur kehidupannya, karena sebelum itu dia tidak terbiasa untuk diatur.

Karenanya, seperti yang kita lihat dari dalil-dalil di atas, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sudah membiasakan anak kecil untuk menjalankan syariat serta memerintahkan setiap orang tua untuk melakukan hal yang sama. Bahkan sebelum beliau, Allah Ta’ala telah gambarkan bagaimana pengajaran yang luar biasa dari Luqman rahimahullah kepada anaknya yang masih kecil, sebuah pengajaran yang mencakup semua sisi ajaran Islam.

Luqman mengajarkan kepada anaknya akan: Bahayanya kesyirikan, wajibnya berbakti kepada kedua orang tua terutama ibu dan beliau mengabarkan bahwa kekafiran orang tua tidaklah menggugurkan hak mereka untuk kita berbakti kepadanya, beliau juga mengajarkan wajibnya bersyukur kepada Allah, merasa selalu diawasi oleh Allah, wajibnya mengerjakan shalat, amar ma’ruf nahi mungkar, dan harusnya bersabar dalam menghadapi semua musibah yang Allah timpakan, semua ini berkenaan dengan muamalah hamba dengan Pencipta mereka.

Adapun pengajaran Luqman yang berkenaan hubungan sesama manusia maka beliau memerintahkan untuk: Berbuat baik kepada manusia, tidak berlaku sombong, berjalan dengan tawadhu’, dan merendahkan suara ketika berbicara. Subhanallah, betapa indahnya semua wasiat di atas, wasiat yang mengumpulkan antara perintah dan larangan.

Adapun dalam As-Sunnah, maka juga telah diriwayatkan banyak pengajaran Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada anak kecil, yang juga terdiri dari perintah dan larangan, di antaranya:

a. Memerintahkan anak lelaki dan wanita untuk mengerjakan shalat, yang mana perintah ini dimulai dari mereka berusia 7 tahun. Jika mereka tidak menaatinya maka Islam belum mengizinkan untuk memukul mereka, akan tetapi cukup dengan teguran yang bersifat menekan tapi bukan ancaman.

b. Jika mereka menaatinya maka alhamdulillah. Akan tetapi jika sampai usia 10 tahun mereka belum juga mau mengerjakan shalat, maka Islam memerintahkan untuk memukul anak tersebut dengan pukulan yang mendidik dan bukan pukulan yang mencederai. Karenanya, sebelum pukulan tersebut dilakukan, harus didahului oleh peringatan atau ancaman atau janji yang tentunya akan dipenuhi. Yang jelas pukulan merupakan jalan terakhir.

Sebagai tambahan: Diperbolehkan orang tua memberikan hadiah atau apresiasi atas ibadah yang dikerjakan oleh sang anak, hanya saja tentunya jangan dijadikan kebiasaan, karena membiasakan pemberian hadiah akan menjadikan mereka terbiasa melakukan amalan karena ada imbalan alias tidak ikhlas.

c. Wajibnya memisahkan antara tempat tidur anak lelaki dengan anak wanita jika mereka sudah berumur 10 tahun. Hal ini dilakukan sebagai tindakan prefentif (pencegahan) terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Karenanya jika orang tua mampu maka hendaknya mereka menyediakan untuk setiap anaknya tempat tidur tersendiri, bahkan kalau bisa kamar tersendiri.

Jika orang tua tidak sanggup untuk memisahkan tempat tidur anak lelaki dengan anak perempuannya (karena factor ekonomi misalnya), maka harus meletakkan sesuatu (apakah bantal atau guling atau apa saja) yang menjadi pemisah di antara keduanya kalau memang mereka terpaksa tidur di atas satu tempat tidur.

Kalau ini sudah harus diberlakukan di antara anak-anak, maka tentunya lebih harus lagi diberlakukan pada orang-orang dewasa, walaupun mereka sama-sama lelaki atau sama-sama wanita. Karena kecendrungan kepada sesama jenis masih senantiasa terbuka lebar bagi siapa yang memberikan kesempatan kepada setan untuk menggodanya.

d. Di antara pengajaran Nabi shallallahu alaihi wasallam -dan ini termasuk yang terhebat- adalah melarang dan menjauhkan anak-anak dari memakan harta yang haram dia makan. Baik makanan itu diharamkan karena zatnya maupun makanan yang diharamkan karena sebabnya. Di antara factor terbesar keengganan anak untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah karena hati mereka rusak sebagai akibat terbiasa mengonsumsi makanan yang haram.

e. Demikian halnya Nabi shallallahu alaihi wasallam menuntunkan tata cara makan yang benar kepada anak kecil yang tidak beradab dalam makan. Beliau menyuruh mereka untuk membaca basmalah, makan dengan menggunakan tangan kanan, dan memulai makan dengan makanan yang terdekat.

f. Juga pengajaran beliau shallallahu alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas akan wajibnya menaati semua aturan Allah, wajibnya menyerahkan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah, serta wajibnya beriman kepada semua takdir yang Allah telah tetapkan.

Sumber : http://sunniy.wordpress.com/2010/10/10/materi-pendidikan-agama-untuk-anak/

Sunday, January 16, 2011

Wawancara dengan Seorang Mujahidah Afghan yang Mengagumkan


Wawancara ini dilakukan oleh seorang saudari kita (qurban khoroona) terhadap seorang Mujahidah Afghan, Ummi Riazullah.

Beliau adalah saudari dari empat syuhada dan beliau sendiri adalah seorang Mujahidah. Beliau turut serta dalam pertempuran selama invasi Sovyet. Suaminya adalah pria yang telah berumur, dia diseruduk seekor sapi sehingga tangannya patah sampai sekarang. Karena perawatan yang kurang baik, sikunya menjadi tidak normal seperti semula. Kita mohon pada Allah agar dia diberi kesembuhan sehingga dapat melakukan sesuatu untuk Islam kembali.

Ummi Riazullah aslinya berasal dari Kabul, Afghanistan. Beliau pindah ke Pakistan dan saat ini tinggal di salah satu tempat pengungsi di Pakistan. Beliau sekarang berumur 60-an tahun, tetapi Masha Allah semangatnya seperti gadis berumur 20 tahun. Anak laki-lakinya adalah seorang Mujahid, begitu juga cucu laki-lakinya juga seorang Mujahid. Suaminya adalah seorang muslim yang taat dan wajahnya dipenuhi cahaya keimanan.

Saya: Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Mujahidah: Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Saya: Darimana anda berasal ?

Mujahidah: Saya berasal dari Kabul…

Saya: Kapan anda datang ke tempat pengungsian ini di Pakistan ?

Mujahidah: Kami adalah salah satu pengungsi yang datang sejak awal. Mulanya mereka mengirim kami ke [diedit] dan kemudian kami dipindahkan ke sini. Akhirnya kamipun tinggal di sini

Saya: Apakah anda bermaksud pulang kembali ke Afghan ?

Mujahidah: Jika mereka mengijinkan kami tetap tinggal, tapi jika mereka tidak mengijinkan maka kami harus pulang. Saya tidak ingin kembali ke Afghan karena Pemerintahan Kafir berkuasa kembali, dimana mereka sangat rakus dan serakah, insyaAllah perut mereka akan dipenuhi api neraka.

Saya: Maukah anda menceritakan pada saya tentang Jihad di negara anda ?

Mujahidah: Jihad terus berlangsung putriku, masih berlangsung dan insyaAllah akan tetap ada sampai hari Kiamat.

Saya: Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang turut serta dalam Jihad ?

Mujahidah: Ya, yaitu cucuku. Dia berada di Helmand dan juga anakku sendiri, dia di negara ini sekarang berjihad dengan media. Banyak tentara Amerika di sana. Mujahidin berada di jalan Allah… dan siang malam mereka ada yang meninggal, dan Alhamdulillah mereka meninggal dengan cara luar biasa. Semua ini adalah Rahmat dari Allah.

Saya: Siapa anak kecil yang duduk dengan anda ?

Mujahidah: Dia juga cucuku, dia belajar di sebuah Madrasah di kamp sini.

Saya: Akankah anda mengirimnya dalam Jihad juga ?

Mujahidah: Kenapa tidak jika nanti Allah telah menjadikannya dewasa. Apakah dia bukan anak seorang Muslim ? Nabi kita dan para sahabatnya dulu berjihad, misalnya saja di perang Badar, Uhud dan perang-perang lainnya. Kita tidak lebih baik daripada mereka dari sisi apapun. Mereka telah diberi kabar gembira dengan surga ketika masih hidup, sementara iman yang kita miliki sangat kecil dibandingkan mereka.

Saya: Dimana keluarga anda yang lain ? di Kabul ?

Mujahidah: Ya, mereka ada di Kabul. Semua laki-laki kami ada di Kabul. Mereka berjihad fie sabilillah dan semua wanitanya ada di kamp ini. Kami adalah wanita-wanita satu desa yang tinggal di kamp ini, dan kamipun senang berada di sini.

Saya: Apakah wanita juga berjihad di sana ?

Mujahidah: Tidak, tapi ada beberapa wanita yang berjihad di Helmand. Di sana ada bukit-bukit, ketika orang-orang kafir berkumpul pada satu tempat mereka menyerangnya dari belakang bukit. Harta dan barang rampasan dari orang kuffar kemudian dikumpulkan. Mereka mencoba menolong negeri mereka dan Muslimin yang memiliki kekuatanpun menolong mereka.

Agama ini namanya Islam, panduannya Al Qur’an. Jika kamu berpegang teguh padanya tentu jalanmu ke Surga akan lebih mudah. Tidak peduli berapapun uang yang kau miliki, tetap tidak bisa membawamu ke jannah.

Kesengsaraan di dunia hanya sementara, akan tetapi kesengsaraan di akhirat akan kekal selamanya. Di negara kami ketika mereka menggali dan menemukan mayat orang kafir, ada ular yang sedang menggigit mayat tersebut di dahinya. Orang-orang yang menggali tadi berdoa agar mereka dapat meletakkan mayat tersebut kembali ke lubang kuburnya. Setelah didoakan oleh mereka ular itupun pergi. Inilah apa yang terjadi terhadap kelakuan orang-orang kafir.

Hal lain terjadi pada sebuah mayat yang didapati telah dikubur 3 tahun, tubuhnya terlihat masih segar seperti baru saja kena tembak, darahnya menyebarkan wangi misk dan warnanya masih segar. Jenggotnya begitu indah dan dahinya bercahaya. Ada juga mayat lain yang kalashnikov-nya masih menyertainya. Kedua mayat ini sudah 3 tahun terkubur. Kalashnikov-nya masih dalam keadaan baik begitupun dengan tubuhnya seolah-olah baru saja meninggal.

Saya: Bisakah anda ceritakan tentang cucu anda yang berada di Helmand ?

Mujahidah: Dia menghubungi dua bulan yang lalu dan mengabarkan bahwa dia ditempatkan di pos lain dan saat ini tidak ada kesempatan untuk kembali. Istrinya di sini dan dia mengatakan bahwa dia merasakan tanda-tanda bahaya pada suaminya karena matanya sering berkedip (berhubungan dengan tahayul, red). Maka saya beritahu dia agar jangan berbuat sirik dan bid’ah, semua ini tidak benar. Jangan ikuti hal-hal seperti ini yang merupakan perbuatan syirik dan bid’ah. Dengan mempercayainya kamu menghancurkan akidahmu dan aku beritahu dia tidak usah khawatir dan jangan bersedih, insyaAllah Allah akan membawa suamimu pulang.

Saya: Jadi apakah anda Salafi ?

Mujahidah: Ya kami adalah Salafi, ini adalah agama yang benar. Agama para salafus sholeh. Kami semua Salafi dan kami melakukan jihad. Kami tidak seperti agen-agen kafir yang hanya menginginkan dollar, mobil dan pesawat. Sebagian Taliban adalah Salfi dan sebagian lainnya Deobandi.

Saya: Pernahkah anda turut serta dalam Jihad ?

Mujahidah: Wanita kami berjihad saat invasi Sovyet. Saya sendiri turut serta di dalamnya. Topografi negara kami adalah pegunungan, kami berjihad dan menghabiskan malam-malam di pegunungan dan memukul mundur tentara Rusia, Alhamdulillah. Dan sekarang kami kembali ke pegunungan lagi. Kami meninggalkan segala milik kami di negara kami.

Kami telah membebaskan negara kami dari Rusia namun kemudian orang-orang Munafikin diantara kami yang rakus muncul dan menghancurkan negara kami. Sekarang orang-orang Amerika memiliki kekuasaan di sana, juga orang-orang Munafikin dan Rusia. Allah bersama kami dan Dia lah Yang Maha Kuasa.

Saya sendiri pernah berjihad. Kami menghabiskan tiga malah di pegunungan dan kami berhasil memukul mundur tentara Rusia ke suatu tempat hingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk kembali dan akhirnya mereka mundur.Taliban masih di Afghanistan dan insyaAllah mereka akan terus melanjutkan operasi di sana dan semoga suatu hari mereka berhasil.

Ketika saya datang dari Afghanistan, saya memakai chador di mataku dan saya datang dengan mata tertutup seperti itu supaya saya tidak melihat orang Kafir siapaun dan juga sekutu-sekutunya, dan jika ada kesempatan disingkirkan saya berdoa pada Allah supaya menghancurkan mereka atau mencabut mata saya.

Wajah mereka begitu kotor… Allah telah membawa kami ke negeri Muslimin [Pakistan], kami telah membuat ruangan-ruangan temporer bagi kami.

Saya: Namu sekarang orang-orang mulai akan pulang kembali ke negara mereka dengan kemauan sendiri..

Mujahidah: Ya mereka akan… Namun mereka adalah orang-orang yang mendukung agen-agen tamak KUffar. Saya adalah wanita miskin dan jika mereka mencoba untuk membunuh saya maka mungkin saya akan pergi ataupun saya tidak akan pergi sampai pemerintahan Islam Taliban terbentuk di sana.

Kenapa saya harus pergi ke sana sementara orang-orang Kafir berkeliaran bebas di sana ? Di sini orang-orang Pakistan mereka adalah orang-orang yang baik, mereka membantu kami dan bahkan jika kami hanya mencukupkan dengan batuan mereka hal itu sudah cukup bagi kami.

40 Kuffar terbunuh dua bulan lalu dalam sebuah pertempuran dengan Taliban… dan tidak seorang Mujahid Taliban-pun yang terluka, bahkan yang tergorespun tidak ada. Orang-orang kafir itu terkapar tewas di tanah dengan wajah mereka terbenam ke tanah dan lidah-lidah mereka menjulur. Kemudian sebuah pesawar datang dan mengangkut semua mayat itu. Mereka menyisakan banyak barang rampasan perang.

Keponakan laki-lakiku turut serta dalam perang ini, dia mengatakan bahwa mereka memanfaatkan semua barang rampasan termasuk makanan dan dipastikan terlebih dahulu kehalalannya. Anakku mendapat tiga dari empat kalashnikov dari sana dan kemudian menjual semuanya.

Aku telah mempersembahkan empat saudara lelakiku dalam Jihad dan semuanya telah syahid dan seluruh keluarga kami turut ambil bagian dalam jihad. Jumlah mereka yang berjihad sangat banyak, kami memilki keluarga besar dan para pria dipersembahkan dalam jihad fi sabilillah.

Jika bukan karena pesawat-pesawat mereka yang membombardir dari angkasa, maka hanya sedikit dari kaum laki-laki kami sudah cukup untuk menghadapi 3 kali lipat jumlah pasukan Kuffar yang ada saat ini. !!!

Orang-orang kafir memiliki segala jenis fasilitas, akan tetapi Allah bersama kami. Allah telah memberikan mereka hanya dunia, sedangkan bagi kita adalah Akhirat, insyaAllah.

Berdoalah bagi cucu dan anakku, kami telah mengirim uang kepadanya, yang ayahnya telah mengumpulkan sekitar 5000 Rs ($ 83). Kami mengirim uang ini melalui seorang pria dan terakhir kali kami memberikannya dua bulan lalu ketika dia datang ke sini. Pria (kurir) itu akan datang bulan depan atau mungkin dia-nya sendiri yang akan datang dan aku akan membawanya menemuimu.

qurban khoroona

sumber: alqoidun.net

Saturday, January 8, 2011

ORANG CERDAS INGAT MATI


Sahabatku, bersama hari-hari yang kita lalui, pernahkah kita merenung sejenak tentang sebuah perjalanan ? Perjalanan yang harus kita tempuh dan di penghujung jalan itu hanya ada dua pilihan yaitu Bahagia dan Sengsara.Yang berbahagia adalah yang senantiasa mempersiapkan diri untuk perjalanan tersebut dan yang sengsara adalah yang melalaikan persiapan dalam perjalanannya.

Yaitu perjalanan panjang yang akan kita lalui setelah kehidupan didunia ini. Perjalanan menuju Alam Barzah, Alam Kubur, Alam penantian kita menuju Hari Kebangkitan dan Hari Pembalasan.

Alam Barzah adalah Alam yang sangat mengerikan bagi yang tidak mempunyai bekal dan kawan.Bekal dan kawannya adalah amal baik yang tulus diperbuat saat di dunia.Yang tersiksa didunia dengan segala musibah dan kekurangan, akan tetapi ia mempersiapkan bekal untuk kehidupan setelah mati.

Sungguh kesusahan itu amatlah sebentar, hanya 60 tahun atau 100 tahun saat ia hidup didunia. Dan setelah itu kesusahan akan berakhir saat ia memasuki Alam Barzah. Dan disepanjang masa menanti di Alam Barzah ia menemukan kebahagiaan buah dari kebaikan yang pernah ditanamnya saat di dunia. Kebahagiaan itu terus berlanjut hingga kelak di Alam Akhirat yang tidak hanya puluhan atau ratusan tahun akan tetapi kebahagiaan yang tiada akhirnya.

Sahabat, bagi kita yang lalai saat di dunia ini dari berbekal diri menuju Alam Barzah dan Alam Akhirat. Ia akan menemukan kesusahan yang amat panjang. Ia akan menuai hasil dosa-dosa yang ia perbuat saat di dunia. Kebahagiaan di dunia akan berlalu, harta yang dikumpulkan tidak berguna lagi.Kekuasaan yang ia bela tidak bisa menyelamatkannya. Yang ada adalah tanggung jawab.

Alangkah ruginya orang yang hanya mengejar kesenangan sementara dalam puluhan tahun dan setelah itu ia akan menuai kesengsaraan sepanjang penantian di alam barzah yang ratusan atau ribuan tahun hingga kelak di Akhirat yang tiada batasnya.
Pernahkah kita renungi semua ini, lalu kita hadapkan dengan kehidupan kita sehari-hari.

Kita yang menjadi Ustadz, sudahkah kita hadirkan makna kerinduan mencari kebahagian yang abadi di balik tugas kita ini?
Kita yang menjadi Pedagang dan Pengusaha, sudahkah kita hadirkan makna kecintaan kita kepada kebahagiaan hakiki di Akhirat, dibalik aktivitas berdagang kita ?
Kita yang sebagai Pejabat, sudahkah kita hadirkan makna tanggung jawab kelak di Akhirat dibalik kekuasan yang kita emban?

Sahabatku, Sudahkah kita sadar bahwa,Kemunafikan seorang Ustadz adalah murka Allah SWT. Kebohongan seorang pengusaha adalah siksa. Dan kecurangan seorang pejabat adalah Neraka.
Pernahkah kita berfikir tentang diri ini, disaat ini, dan dimasa depan yang panjang ? Apa yang kita kerjakan saat ini? Dan kelak apa yang akan kita petik setelah kematian buah dari apa yang telah kita kerjakan saat ini ?

Nabi bersabda, “Orang cerdas adalah yang senantiasa berfikir dan berbuat untuk setelah kematian”. Kematian yang pasti akan tiba yang datangnya pun tanpa pesan terlebih dahulu dan tidak bisa ditunda walaupun sesaat. Takutlah kita jika kematian menjelang sementara kita termasuk orang yang bergelimang dosa dan tanpa bekal!
Wallahu a’lam bissawab.

Sumber : (buyayahya.org)

Wednesday, January 5, 2011

Membangun Istana Kelembutan


Oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafrudin

Tahun delapanpuluhan, dunia pendidikan Indonesia terhenyak kelabu. Seakan tiada habis tanya, mengapa peristiwa itu terjadi. Namun begitulah. Suratan takdir telah menorehkan peristiwa lain. Seorang bocah yang belum menginjak usia baligh terkapar. Tubuhnya lebam-lebam, sebagai pertanda dirinya telah dianiaya. Bertubi siksaan, deraan dan pukulan mendarat di sekujur tubuhnya. Dalam ketiadaan daya, dirinya cuma bisa merintih kesakitan. Lalu, iapun meninggalkan alam fana ini

Apa salah bocah itu? Konon, katanya ia telah mencuri. Atas tindakan bocah ini, orangtuanya pun kalap. Kemarahan membakar hatinya. Maka terjadilah apa yang terjadi. Episode kelabu ini menjadi noktah hitam dalam lembar riwayat dunia pendidikan di Tanah Air.

Kekerasan terhadap anak, telah demikian banyak terjadi. Bahkan, kekerasan yang terjadi tidak sedikit yang dilakukan secara tidak terukur. Dorongan untuk melakukan kekerasan pada anak lebih dikarenakan situasi emosional yang tidak stabil. Nafsu angkara menjadi mudah tersulut kala anak bertindak salah. Struktur kejiwaan seperti ini, ibarat petasan, ia bersumbu pendek.

Sekali sulut, langsung meledak. Sekali anak melakukan perbuatan tak berkenan, langsung amarahnya menggelegar. Marah telah menghilangkan kontrol diri. Akibatnya, lisan tak terjaga, tindakan pun membabi buta.

Kata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu, “Sungguh marah itu tidak diragukan lagi telah memberi pengaruh pada manusia, sehingga dirinya berperilaku (dengan) perilaku seperti orang gila.”
(Syarhu Riyadhish Shalihin, 1/925)

Berdasar hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي. قَالَ: لَا تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ: لَا تَغْضَبْ

“Sesungguhnya seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Nasihatilah aku.’ Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Janganlah kamu marah.’ Kalimat itu terus diulang-ulang. Kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Janganlah kamu marah’.”
(Shahih Al-Bukhari, no. 6116)

Kalimat لَا تَغْضَبْ (janganlah kamu marah), menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu, bermakna janganlah kamu menjadi orang yang cepat marah, yang akan memengaruhimu pada setiap sesuatu. Tapi, jadilah dirimu orang yang tenang, tidak cepat marah, karena sesungguhnya kemarahan itu adalah bara api yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia. Dengan bara api itu, mendidihlah hati seseorang. Karena ini pula, urat-urat leher dan jaringan pembuluh darah menegang, mata pun memerah. Lalu seseorang melakukan tindakan (agresivitas), setelah itu timbullah penyesalan.”
(Syarhu Riyadhish Shalihin, 1/925)

Tentu sebuah sikap bijak, bila mendapati orang yang tengah geram dibakar angkara murka lalu menasihatinya. Nasihat nan bijak ini diharapkan mampu meredam tindakan-tindakan yang bakal tak terkendali. Seperti melakukan agresivitas; pemukulan atau tindakan sadistis lainnya yang tak patut dikenakan pada anak-anak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi contoh terbaik, bagaimana upaya meredam amarah yang tengah menggelegak pada diri seseorang.

Nasihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung menembus pusat kesadaran. Sehingga, peristiwa pemukulan lantaran sikap amarah berhasil dihentikan. Bahkan tak cuma di situ. Pada diri orang itu tumbuh kesadaran untuk tidak lagi melakukan pemukulan terhadap budak miliknya selama-lamanya. Ini merupakan revolusi perubahan sikap dan perilaku yang mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia.

‘Uqbah bin ‘Amir bin Tsa’labah Al-Anshari atau lebih dikenal dengan nama kunyah Abu Mas’ud Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, bertutur:

كُنْتُ أَضْرِبُ غُلَامًا لِي بِالسَّوْطِ فَسَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ خَلْفِي: اعْلَمْ أَبَا مَسْعُودٍ. فَلَمْ أَفْهَمِ الصَّوْتَ مِنَ الْغَضَبِ، قَالَ: فَلَمَّا دَنَا مِنِّي إِذَا هُوَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هُوَ يَقُولُ: اعْلَمْ أَبَا مَسْعُودٍ، اعْلَمْ أَبَا مَسْعُودٍ. قَالَ: فَأَلْقَيْتُ السَّوْطَ مِنْ يَدِي، فَقَالَ: اعْلَمْ أَبَا مَسْعُودٍ، أَنَّ اللهَ أَقْدَرُ عَلَيْكَ مِنْكَ عَلَى هَذَا الْغُلَامِ. قَالَ: فَقُلْتُ: لَا أَضْرِبُ مَمْلُوكًا بَعْدَهُ أَبَدًا

“Saat aku memukuli budak milikku dengan cambuk, aku mendengar suara dari arah belakang: ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Aku tak memahami suara itu karena sedang marah.”

“Maka tatkala mendekat kepadaku,” kata Abu Mas’ud, “Ternyata dia adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’.”

Kata Abu Mas’ud: “Aku pun melemparkan cambuk yang ada di tangan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih kuasa atas dirimu daripada engkau terhadap budak ini’. Aku berkata: ‘Setelah peristiwa itu, aku tidak lagi melakukan pemukulan terhadap budak selama-lamanya’.”
(Shahih Muslim, no. 1659)

Terkait hadits di atas, Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan bahwa hadits Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tersebut mengandung motivasi untuk bersikap lemah lembut terhadap budak. Termuat pula nasihat serta kepedulian untuk bersikap pemaaf, menahan diri dari amarah dan menghukum sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum hamba-hamba-Nya.
(Al-Minhaj, 11/132)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
( Ali ‘Imran: 134 )

Meretas pendidikan bagi anak-anak sehingga mereka menjadi generasi berakhlak mulia di masa sekarang ini tidaklah mudah. Berbagai kendala menghadang. Serbuan budaya kekerasan dan sadisme senantiasa mewarnai kehidupan sehari-hari. Aksi-aksi kekerasan dipertontonkan secara vulgar di hadapan anak-anak. Melalui kemampuan meniru yang kuat, seorang anak akan dengan mudah merekam dan menirukan apa yang dilihat dan dirasakannya.

Lambat laun budaya itu terserap, mengkristal dalam jiwa anak dan terbentuklah kepribadian anak yang kasar, bengis, beringas, vandalis (suka merusak dengan ganas), dan pemarah. Anak menjadi ringan tangan untuk menyakiti teman-temannya, atau bahkan adiknya sendiri. Satu hal yang sangat ironis sekali, manakala kepribadian tanpa rahmah ini justru terbentuk pada diri anak melalui sikap-sikap yang diperlihatkan orangtua atau gurunya.

Pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seorang yang bernama Al-Aqra’ bin Habis. Dia seorang ayah yang memiliki sepuluh anak. Satu hari, dia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium Hasan, cucu beliau. Lantas Al-Aqra’ bin Habis berucap, “Sungguh, aku memiliki sepuluh anak. Tak satupun dari mereka yang pernah aku cium.” Menimpali ucapan ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ

“Sesungguhnya siapa yang tak menyayangi, dia tak akan disayangi.”

Dalam riwayat lain disebutkan:

مَنْ لَا يَرْحَمِ النَّاسَ لَا يَرْحَمْهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Siapa yang tak menyayangi orang lain, Allah k tak akan menyayanginya.”
(Kisah ini merujuk pada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dalam Shahih Muslim no. 2318 dan 2319)

Hadits di atas memberikan tekanan yang sangat kuat bahwa keluarga atau komunitas terdekat anak berperan dalam menumbuhkan kepribadian anak yang rahmah. Sarat kelembutan, bertabur kasih sayang. Sulit dan sangat sulit sekali, membangun rumah menjadi istana nan padat kelembutan bila masing-masing anggota keluarga tiada berkepribadian yang rahmah. Kekerasan, pertengkaran, caci maki, dan dendam kesumat menjadi menu santapan sehari-hari.

Maka, kisah di atas memberikan semangat guna melabur kasih kepada anak-anak dan selainnya. Salah satu dari sekian banyak ekspresi untuk ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak adalah dengan menciumnya. Inilah dasar pembentukan watak, karakter anak. Inilah manhaj yang sangat bersifat asasi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmah bagi semesta alam.”
( Al-Anbiya`: 107 )

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan:

قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ. قَالَ: إِنِّي لَـمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

“Dikatakan: ‘Ya Rasulullah, doakan kejelekan bagi orang-orang yang berbuat syirik.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sungguh, aku tidaklah diutus sebagai orang yang suka melaknat. Sesungguhnya aku diutus untuk membawa rahmah’.” (Shahih Muslim, no. 2599)

Pendidikan tanpa disertai sikap rahmah akan membawa akibat yang tidak ringan. Sama seperti halnya dalam dakwah. Tanpa sikap yang diliputi rahmah, dakwah bakal membuncah tiada arah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmah dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
( Ali ‘Imran: 159 )

Kemudian selisiklah, bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembangkan sikap penuh hikmah, lembut, tidak menampakkan kekerasan terhadap orang Arab badui yang belum mengenyam pendidikan, padahal dia buang air di masjid. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengungkapkan kisah ini dalam haditsnya:

بَيْنَمَا نَحْنُ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَقَامَ يَبُولُ فِي الْمَسْجِدِ، فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَهْ مَهْ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُزْرِمُوهُ، دَعُوهُ. فَتَرَكُوهُ حَتَّى بَالَ، ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ: إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: فَأَمَرَ رَجُلًا مِنَ الْقَوْمِ فَجَاءَ بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَشَنَّهُ عَلَيْهِ

“Ketika kami berada di masjid bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba datang seorang A’rabi (Badui). Kemudian dia berdiri, buang air di masjid. Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Mah, mah.’1 Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jangan hentikan (buang air kecilnya). Biarkan dia.’ Para sahabat pun meninggalkannya hingga orang tersebut menyelesaikan buang air kecilnya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil A’rabi itu dan berbicara kepadanya: ‘Sesungguhnya masjid-masjid ini tidaklah boleh untuk buang air kecil atau buang kotoran. Masjid itu tempat untuk dzikir kepada Allah k, shalat dan membaca Al-Qur`an.’ –Atau sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam–. Lantas beliau memerintahkan seseorang dari kaum tersebut, maka orang itu datang membawa seember air. Disiramlah bekas buang air kecil tadi.”
(Shahih Muslim, no. 285)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu mengungkapkan faedah dari hadits tersebut. Kata beliau, hal itu menunjukkan kebagusan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengajaran beliau dan sikap lemah lembutnya. Karenanya, hendaklah bagi kita bila berdakwah, menyeru pada perkara yang ma’ruf dan mencegah perkara yang mungkar dilakukan dengan cara yang lemah lembut. Sesungguhnya cara yang lembut akan membuahkan kebaikan. Sebaliknya, cara yang kasar dan galak, bakal membuahkan kejelekan.
(Syarhu Riyadhish Shalihin, 1/921)

Bagaimana bila dikaitkan dengan dunia pendidikan? Tentu pada hakikatnya sama antara dunia dakwah dengan dunia pendidikan. Karenanya, bagi para orangtua, pendidik, pengasuh, dan semua kalangan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan hendaknya bisa mengedepankan sikap lemah lembut ini. Tidak mengedepankan aksi kekerasan, mudah mengayunkan tongkat atau alat pemukul ke tubuh anak didik.

Dari Aisyah , dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ

“Sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut dan menyukai kelemahlembutan dalam seluruh perkara.”
(Shahih Al-Bukhari no. 6927 dan Shahih Muslim no. 2165)

Juga dari Aisyah , dia berkata:

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya. Tidak terhadap istri, juga terhadap pelayan. Kecuali saat jihad di jalan Allah.”
(Shahih Muslim, no. 2328)

Menurut Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, yang dimaksud hadits itu yaitu memukul istri, pelayan, hewan; dan jika (memukul sesuatu) yang dibolehkan maka dilandasi dengan adab (aturan). Namun, meninggalkannya (yakni tidak memukul, pen.) itu lebih utama.
(Al-Minhaj, 15/84)

Karenanya, penting sekali bagi seorang pendidik untuk memiliki sifat al-hilm, at-ta`anni, dan ar-rifq. Yang dimaksud al-hilm, menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu, adalah seseorang yang mampu mengendalikan diri ketika marah. Sedangkan at-ta`anni yaitu bersikap tenang dalam menghadapi masalah yang ada. Tidak tergesa-gesa (dalam menyikapi perkara). Adapun ar-rifq, yaitu dalam bergaul dengan sesama manusia yang didasari kelemahlembutan dan merendah.
(Syarh Riyadhish Shalihin, 1/914)

Maka, seseorang yang tidak memiliki sifat al-hilm, dirinya akan senantiasa hanyut oleh gelombang kemarahannya. Pikiran jernihnya pupus disapu nafsu angkara murka yang telah merebak dalam dirinya. Sehingga, yang selalu dikedepankan oleh dirinya adalah ‘ilmu kekuatan’ (memukul, mencambuk, dan yang sejenisnya), bukan kekuatan ilmu (nasihat, bimbingan, arahan, dan sejenisnya).

Begitu pula dengan sifat at-ta`anni dan ar-rifq. Tanpa memiliki sifat tersebut, seseorang akan tergesa-gesa dalam memutuskan suatu perkara tanpa mau secara bijak menyelami hakikat masalah yang ada pada anak. Ini sering terjadi terkait dalam penerapan sanksi atau hukuman pada anak. Karenanya, penting sekali memahami keadaan anak disertai sifat al-hilm, at-ta`anni, dan ar-rifq.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: ‘Ini jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang musyrik’.”
( Yusuf: 108 )

Pengertian بَصِيْرَةٍ pada ayat tersebut adalah ilmu. Yang dimaksud di sini bukan semata ilmu syar’i, namun meliputi pula keadaan mad’u (obyek dakwah) dan ilmu yang mengantarkan kepada tujuan, yaitu al-hikmah. Maka harus dimiliki, bashirah (ilmu) tentang hukum syar’i, bashirah (ilmu) berkenaan dengan keadaan obyek dakwah, dan bashirah (ilmu) terhadap jalan yang mengantarkan kepada hakikat dakwah. Ini selaras dengan apa yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu saat hendak diutus ke Yaman:

إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab.” (Shahih Al-Bukhari, no. 4347, hadits dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma Lihat Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu, hal. 119)

Itu berarti, saat mendidik anak, selain memiliki bekal pemahaman agama, seseorang harus pula memahami kondisi anak. Juga tentunya, bagaimana harus memperlakukan anak tersebut. Sehingga dengan kepribadian nan penuh rahmah, dengan memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menjadikan rumah, pesantren dan tempat lainnya sebagai istana kelembutan, bukanlah sesuatu yang mustahil. Dari sanalah lahir insan berilmu dan memiliki adab nan luhur.

Wallahu a’lam.

1 Sebuah ungkapan pelarangan. –pen.

Sumber : http://anakmuslim.wordpress.com/2009/01/19/membangun-istana-kelembutan/

Monday, January 3, 2011

“Cintailah Dia -Shallallahu alaihi wa sallam- Dengan Cara Yang Dia cintai!”


Penulis : Abu Khaulah Zainal Abidin

حدثني أبو عقيل، زهرة بن معبد: أنه سمع جده عبد الله بن هشام قال:كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم، وهو آخذ بيد عمر بن الخطاب، فقال له عمر: يا رسول الله، لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (لا، والذي نفسي بيده، حتى أكون أحب إليك من نفسك).
فقال له عمر: فإنه الآن، والله، لأنت أحب إلي من نفسي، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: (الآن يا عمر)

Suatu hari, sebagaimana yang diceritakan oleh Ibn Ma’bad bin Abdillah dari kakeknya, bahwasanya kakeknya (Abdullah ibn Hisyam) pernah bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan ketika itu beliau Shallallahu alaihi wa sallam memegang tangan Umar ibn Al Khaththab radhiallahu anhu. Maka Umar radhiallahu anhu pun berkata,“Demi ALLAH, ya Rasulullah. Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku.” Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun menanggapi, “Demi Zat Yang jiwaku di tangannya. Sampai aku engkau cintai melebihi dirimu sendiri.” Kemudian Umar pun berkata, “Sejak saat ini engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri.” Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun menyambut,” Ya begitu, Umar.”
-(HR: Al Bukhari)-

Berdasarkan Hadits di atas dan dalil-dalil lainnya -baik Al Qur’an maupun As-Sunnah- cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merupakan kewajiban setiap orang beriman. Bahkan kewajiban (cinta) tersebut belum terlaksana sampai kita mencintai beliau Shallallahu alaihi wa sallam lebih dari pada cinta kita terhadap diri, anak, atau orang tua kita sendiri.

Sebagaimana sabdanya Shallallahu alaihi wa sallam :

عن أنس قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين (البخاري

(Tidaklah beriman kalian sampai aku lebih dicintai oleh kalian dari pada orang tua, anak, dan segenap manusia)
(HR: Al Bukhari)

Sungguh, betapa beratnya konsekuensi yang dituntut dari orang yang mengaku beriman itu. Bahkan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa mengancam mereka yang cintanya kepada sesuatu melebihi cintanya kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa dan Rasul-NYA.

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَاأَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (التوبة:24)

(Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada ALLAH dan Rasul-NYA dan dari berjihad di jalan-NYA, Maka tunggulah sampai ALLAH mendatangkan Keputusan NYA.” Dan ALLAH tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.)
( At-Taubah: 24 )

Namun demikian ALLAH Subhaanahu wa ta’alla tidak pernah membebani hamba-NYA lebih dari kesanggupannya. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tak pernah membiarkan hamba-NYA dalam kebingungan. Dan juga ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak pernah membiarkan segala sesuatu tanpa kepastian dan tolok ukur.

Ketika ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memerintahkan hamba-NYA yang beriman untuk mencintai NYA, IA tunjukkan bagaimana caranya. Yakni, dengan perintah agar hamba-NYA meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Maka jadilah Ittiba‘(meneladani Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ) sebagai tanda sekaligus ukuran cintanya seorang hamba kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’ala
(-lihat: Ali Imran:31-).

Demikian pula ketika ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa memerintahkan hamba-NYA untuk mencintai Rasul-NYA, IA tunjukkan pula bagaimana caranya. Yakni, dengan memperlihatkan -melalui Sirah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam- bagaimana cara orang-orang di sekitarnya, yakni para Shahabat -radhiallahu anhum-, mencintai beliau Shallallahu alaihi wa sallam.

Sirah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bukan hanya sumber otentik bagi kita untuk mengetahui perjalanan hidup dan keperibadian beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- .Lebih dari itu, ia juga merupakan sumber otentik bagi kita untuk mengetahui bagaimana sikap orang-orang yang ada di sekitarnya pada masa itu, baik yang mendukung dan membela da’wahnya, maupun yang menentang dan memusuhinya.

Ekspresi kebencian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan As-Sunnah di dalam segala cara dan manifestasinya -yang dilakoni oleh musuh-musuh Islam- dapat kita temui di dalam Sirah. Begitu pula, ekspresi kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan As-Sunnah di dalam segala cara dan manifestasinya -yang dilakoni oleh pembela-pembela Islam, yakni Shahabat- juga dapat kita temui di dalam Sirah.

Para Shahabat radhiallahu anhum -yang telah ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa taqdirkan hidup bersama dan menyertai Beliau Shallallahu alaihi wa sallam- merupakan sebaik-baik manusia setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para Nabi -alaihimussalaam-.

Hal ini ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa nyatakan di dalam Firman-NYA:

(كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ) (آل عمران: من الآية110)

(Kalian adalah sebaik-baik umat yang ditampilkan bagi manusia……)
( Ali Imran: 110 )

Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun bersaksi akan hal itu, sebagaimana di dalam sabdanya:

(قال النبي صلى الله عليه وسلم: خيركم قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم) (البخاري)

(Sebaik-baik kalian adalah generasiku. Kemudian setelah itu, kemudian setelah itu) (HR: Al Bukhari)

Adapun cara dan manifestasi kecintaan para Shahabat radhiallahu anhum kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam itu antara lain:

  1. Ingin senantiasa dekat dan bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
  2. Meniru hampir seluruh perilaku dan apa-apa yang dikenakan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
  3. Membela kehormatan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari segala celaan para pencela.
  4. Melindungi dan membentengi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari segala yang dapat membahayakan dan menciderai tubuhnya.
  5. Melayani, memuliakan, dan mendahulukan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di atas seluruh manusia.

Tak ada satupun manusia yang mengalahkan mereka di dalam kelima hal di atas. Begitu pula, tak ada manusia di muka bumi ini yang lebih cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan lebih tahu bagaimana cara mencintai beliau dibanding para Shahabat radhiallahu anhum.

Dan sesungguhnya bukan hanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang ridho atas perbuatan para Shahabatnya tadi, bahkan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa pun ridho terhadap mereka -yang tentunya termasuk terhadap cara mereka memperlakukan dan mencintai Nabi-NYA Shallallahu alaihi wa sallam-.

(وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ) (التوبة: من الآية100)

(Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ALLAH ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada ALLAH.)
( At-Taubah:100 )

Maka seandainya ada seorang bertanya kepada kita: Dari mana kita dapat mengetahui ungkapan -mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam- yang disukai atau yang dibenci oleh Beliau Shallallahu alaihi wa sallam? Maka jawabnya adalah: Dari bagaimana cara para Shahabat radhiallahu anhum memperlakukan Beliau Shallallahu alaihi wa sallam.

Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh Anas ibn Malik radhiallahu anhu:

ما كان في الدنيا شخص أحب إليهم رؤية من رسول الله وكانوا إذا رأوه لم يقوموا له لما يعلمون من كراهيته

(Tak ada seorang pun di dunia ini yang lebih cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam selain kami. Tetapi kami tak pernah berdiri untuk menyambut kedatangan beliau, disebabkan kami mengetahui yang demikian itu tak beliau sukai)

Melalui Atsar di atas bukan saja kita mengetahui bahwa para Shahabat radhiallahu anhum adalah orang-orang yang paling cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan paling mengetahui bagaimana cara mencintai beliau. Lebih dari itu kita dapat mengetahui, bahwa ternyata mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu ada kaedahnya.

Yakni, hendaknya ungkapan kecintaan tersebut tidak dalam bentuk yang justru tidak disukai atau dibenci oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Perhatikan, bagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menolak antusias Shahabat radhiallahu anhum yang berlebihan dalam mengekspresikan kecintaan serta penghormatan terhadap Beliau Shallallahu alaihi wa sallam:

جاء وفد بني عامر إلى النبى فقالوا: “أنت سيدنا….”

قال: “السيد هو ألله”

قالوا: “وأفضلنا و أعظمنا طولا”

قال: “قولوا بقولكم ولا يستهوينكم الشيطان. أنا عبد الله ورسوله (رواه أحمد, أبو داود, النسائ)

(Datang utusan Bani Amir kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Engkau adalah Sayyid kami…” Maka Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, ” As-Sayyid itu ALLAH.” Dan sebagian mereka berkata, “Engkau paling afdhol di antara kita dan paling tinggi derajatnya.” Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata,” Bicaralah biasa-biasa saja. Jangan biarkan syaithan menggelincirkan kalian. Aku tak lebih dari hamba-ALLAH dan Rasul-NYA.”)
(HR: Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasaa’i)

Juga Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menolak dikultuskan dan diperlakukan -bagaimanapun bentuk dan caranya- sebagaimana orang Nasrani berbuat terhadap Nabi Isa Alaihissalaam. Perhatikanlah sabdanya:

لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم. فإنما أنا عبدالله. فقولوا: عبد الله ورسوله (رواه البخاري)

(Jangan kalian mengkultuskan aku sebagaimana orang Nashara berbuat terhadap Ibnu Maryam. Ucapkanlah oleh kalian : Hamba-ALLAH dan Rasul-NYA)

Maka hendaklah, para pecinta Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam -siapa pun dan dari mana pun dia- mengambil teladan kepada para Shahabat radhiallahu anhum di dalam cara mencintai Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Sebab ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah ridho atas perilaku dan perbuatan mereka serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya.

Seandainya kita tidak mengikuti cara para Shahabat radhiallahu anhum , maka :

1. Apa jaminannya bahwa perbuatan kita itu diridhoi oleh ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa ?

2. Apa jaminannya bahwa perbuatan kita disukai dan diridhoi oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sendiri?

3. Apa jaminannya bahwa perbuatan kita tidak akan terjerumus ke dalam pengkultusan yang justru dibenci oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam?

Sumber : http://rumahbelajaribnuabbas.wordpress.com

Sunday, January 2, 2011

Kematian adalah Kepastian, Apa yang Sudah Engkau Siapkan?


Penulis : Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan

Kematian adalah sebuah ketetapan. Jika telah datang waktunya, tak satu pun makhluk yang mampu menangguhkannya. Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya?

Tanda-tanda keagungan dan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak terhitung jumlah dan macamnya. Semuanya bisa dikelompokkan menjadi dua bagian, ayat-ayat syar’iyah yang terdapat dalam kitab-kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya SHallallahu ‘alaihi wa sallam, serta ayat-ayat kauniyah yang ada pada makhluk-Nya.
Tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya dengan ayat-ayat kauniyah dan syar’iyah kecuali bertujuan agar Dia ditauhidkan dalam seluruh peribadatan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
( Al-Mulk: 2 )

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” ( Adz-Dzariyat: 56 )

Di antara ayat-ayat kauniyah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tunjukkan kepada panca indera kita di dunia yang fana ini adalah adanya kehidupan dan kematian yang terjadi di sekeliling kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ. ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. وَأَنَّ السَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.”
( Al-Hajj: 5-7 )

Semua ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang fana. Tidak ada yang kekal di dalamnya.
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ(26)وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Segala yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
( Ar-Rahman: 26-27 )

Namun berbagai peringatan dan pelajaran yang terjadi di depan mata, berlalu begitu saja tanpa ada artinya. Kecuali bagi orang yang beriman dan berakal sehat, dialah yang akan mendapatkan manfaat dari semua itu.
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”
( Adz-Dzariyat: 55 )

يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو
“Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
( Az-Zumar: 9 )

Kematian Adalah Suatu Kepastian

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Kuasa melakukan segala sesuatu yang Dia kehendaki, sesuai dengan hikmah dan keadilan-Nya. Apapun yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki pasti terjadi tanpa ada yang bisa menghalangi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.”
( Yasin: 82 )

Rasulullah SHallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
“Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu memberi apa yang Engkau halangi.”
(Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu)

Termasuk perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki adalah kematian seorang hamba, berpisahnya ruh dari jasad tatkala telah tiba ajalnya untuk berpindah dari dunia yang fana ke alam barzakh atau alam kubur, dengan kenikmatan atau azab yang akan dia rasakan.

Umur masing-masing hamba telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan di dalam sebuah kitab yang ada di sisi-Nya, tidak akan berkurang ataupun bertambah dari yang telah ditetapkan, berserta sebab-sebab yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَاجًا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.”
( Fathir: 11 )

Tatkala jatah umur yang telah ditentukan tersebut telah habis, maka itulah ajalnya yang tidak mungkin ia lari darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan:
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
( Al-Munafiqun: 11 )

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka kematian itu akan menemuimu. Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” ( Al-Jumu’ah: 8 )

Beragam cara dan usaha yang diupayakan oleh keluarga serta sanak kerabatnya tidaklah akan mampu menghalangi ajalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan menemuimu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”
( An-Nisa’: 78 )

Kematian adalah ketetapan bagi setiap makhluk-Nya yang memiliki ruh, sekalipun makhluk yang paling mulia yaitu para nabi dan rasul r. Mereka pun menemui ajal yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan kepastian itu dalam firman-Nya:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.”
( Ali ‘Imran: 185 )

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?”
( Ali ‘Imran: 144 )

Demikian juga para malaikat, akan menemui ajalnya, sehingga tidak ada yang kekal kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Segala yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
( Ar-Rahman: 26-27 )

Namun tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dia akan meninggal, pada umur berapa dia akan menemui ajalnya, dan di mana dia akan mengakhiri hidupnya di dunia, di daratan ataukah di lautan, serta apa sebab kematiannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.”
( Luqman: 34 )

Padahal kematian itu bukanlah akhir kehidupan yang hakiki bagi seorang hamba. Dia hanyalah seorang musafir yang akan kembali ke negerinya yang hakiki dan abadi di akhirat nanti. Dia akan kembali untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan dan ucapan yang telah dilakukannya di dunia. Kemudian dia akan mendapatkan balasan atas amalannya tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
( Ali ‘Imran: 185 )

Maka, orang yang sukses adalah orang yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dialah orang yang berhasil/sukses. Maknanya, dia mendapatkan kesuksesan yang agung, selamat dari azab yang pedih, dan berhasil meraih surga yang penuh dengan kenikmatan, yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.”

Adapun orang yang merugi adalah orang yang tertipu dengan dunia dan kenikmatan-kenikmatan semu yang ada di dalamnya, sehingga melupakannya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
( Al-Munafiqun: 9 )

Padahal harta yang ada pada dirinya tidak akan dibawa ke dalam kuburnya dan tidak akan dapat menyelamatkan dia dari azab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi SHallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ؛ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ؛ فَرَجَعَ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ، رَجَعَ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Tiga perkara yang akan mengantarkan mayit: keluarga, harta, dan amalannya. Dua perkara akan kembali dan satu perkara akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya adalah amalannya.”
(Muttafaqun ‘alaih)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.”
( Al-Ma’idah: 36 )

Sedangkan bagi orang yang beriman, dunia dan perhiasan yang ada di dalamnya adalah sarana untuk menyempurnakan ibadahnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga dia tidak diperbudak olehnya. Dialah yang menundukkan dan mengatur dunia dengan syariat-Nya yang sempurna, bukan sebaliknya: dirinya yang harus menghinakan diri di hadapan harta (dunia).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى. فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” ( An-Nazi’at: 40-41 )

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
( Al-Kahfi: 46 )

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Yang akan tetap tinggal bagi setiap orang dan akan memberi manfaat serta menyenangkan hatinya, adalah amalan shalih (الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ). Hal ini mencakup seluruh amalan ketaatan yang wajib maupun yang sunnah, baik terkait dengan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun hak-hak hamba, seperti shalat, zakat, sedekah, haji, umrah, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, bacaan Al-Qur’an, menuntut ilmu yang bermanfaat, amar ma’ruf nahi mungkar, silaturrahim, birrul walidain (berbakti kepada kedua orangtua), menunaikan hak-hak istri, budak, hewan piaraan, dan seluruh kebaikan yang ditujukan kepada makhluk.

Hal-hal ini lebih baik balasannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebaik-baik harapan. Pahalanya akan kekal dan dilipatgandakan. Hal inilah yang mengharuskan kita berlomba-lomba untuk mendapatkannya dan bersungguh-sungguh mewujudkannya.”
(Taisir Al-Karimirrahman)

Sumber : http://asysyariah.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites