This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday, July 23, 2011

Sunnah Rasulullah Tentang Sahur dan Berbuka

Redaksi Al Wala’ Wal Bara’

SAHUR

1. Hikmahnya

Allah mewajibkan puasa kepada kita sebagaimana telah mewajibkannya kepada orang-orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab, Allah berfirman (yang artinya): "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa."
(QS Al Baqarah: 183).

Waktu dan hukum yang diwajibkan atas Ahlul Kitab adalahi tidak boleh makan, minum, dan jima’ setelah tidur, artinya jika tertidur, maka tidak boleh makan sampai malam berikutnya. Hal itu ditetapkan juga untuk kaum muslimin, sebagaimana telah dijelaskan. Maka ketika hukum tersebut dihapuskan, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya makan sahur untuk membedakannya dengan puasa Ahlul Kitab.

Dari ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab adalah makan sahur."
(HR Muslim 1096).


2. Keutamaannya

a. Sahur Barokah
Dari Salman radhiyallahu ‘anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Barokah ada pada tiga perkara: Jama’ah, Tsarid, dan makan sahur." (HR Thabrani, Abu Nu’aim).

Dari Abdullah bin Al Harits dari seorang shahabat Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Aku masuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dia makan sahur, beliau berkata, "Sesungguhnya makan sahur adalah barokah yang Allah berikan pada kalian maka janganlah kalian tinggalkan."
(HR An Nasaa`i dan Ahmad).

Keberadaan sahur sebagai barokah sangatlah jelas, karena dengan makan sahur berarti mengikuti sunnah, menumbuhkan semangat serta meringankan beban yang berat bagi yang berpuasa, dalam makan sahur juga menyelisihi Ahlul Kitab karena mereka tidak melakukan makan sahur. Oleh karena itu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamainya makan pagi yang diberkahi sebagaimana dalam dua hadits Al Irbadh bin Sariyah dan Abi Darda` radhiyallahu ‘anhuma, "Marilah menuju makan pagi yang diberkahi, yakni sahur."

b. Allah dan MalaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Sahur itu makanan yang barokah, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur."

Oleh sebab itu, seorang muslim hendaknya tidak menyia-nyiakan pahala yang besar ini dari Rabb yang Maha Pengasih. Dan sahurnya seorang mukmin yang paling afdhal adalah korma.

Bersabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), "Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah korma."
(HR Abu Dawud, Ibnu Hibban, Baihaqi).

Barangsiapa yang tidak menemukan korma, hendaknya bersungguh-sungguh untuk sahur walau hanya dengan meneguk satu teguk air, karena fadhilah (keutamaan) yang disebutkan tadi, dan karena sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), "Makan sahurlah kalian walau dengan seteguk air."

3. Mengakhirkan Sahur

Disunnahkan mengakhirkan sahur sesaat sebelum fajar, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu melakukan sahur, ketika selesai makan sahur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit untuk sholat subuh, dan jarak (selang waktu) antara sahur dan masuknya shalat kira-kira lamanya seseorang membaca lima puluh ayat di Kitabullah.

Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, "Kami makan sahur bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat, aku tanyakan (kata Anas): Berapa lama jarak antara adzan dan sahur? Beliau menjawab, "Kira-kira 50 ayat membaca Al Qur’an."
(HR Bukhari Muslim).

4. Hukumnya

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya -dengan perintah yang sangat ditekankan. Beliau bersabda (yang artinya), "Barangsiapa yang mau berpuasa hendaklah sahur dengan sesuatu." (
HR Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Ya’la, Al Bazzar).
Dan bersabda (yang artinya), "Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barokah."
(HR Bukhari Muslim).

Perintah nabi ini sangat ditekankan anjurannya, hal ini terlihat dari tiga sisi:

* Perintah untuk makan sahur.
* Sahur adalah syiarnya puasa seorang muslim, dan pembeda antara puasa kita dan puasa ahlul kitab.
* Larangan meninggalkan sahur.

Inilah qarinah yang kuat dan dalil yang jelas. Walaupun demikian, Al Hafizh Ibnu Hajar menukilkan dalam kitabnya Fathul Bari (4/139) ijma’ atas sunnahnya. Wallahu a’lam.


BERBUKA

1. Kapan orang yang berpuasa berbuka?

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), "Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam."

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkannya dengan datangnya malam dan perginya siang serta sembunyinya bundaran matahari.

Syaikh Abdur Razzaq telah meriwayatkan dalam Mushannaf (7591) dengan sanad yang dishahihkan oleh Al Hafizh dalam Fathul Bari (4/199) dan Al Haitsami dalam Majma Zawaid (3/154) dari Amr bin Maimun Al Audi, "Para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling bersegera dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam sahur."

2. Menyegerakan berbuka

Wahai saudaraku seiman, wajib atasmu berbuka ketika matahari telah terbenam, janganlah dihiraukan rona merah yang masih terlihat di ufuk, dengan ini berarti engkau mengikuti sunnah Rosulmu shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menyelisihi Yahudi dan Nashara, karena mereka mengakhirkan berbuka hingga terbitnya bintang.

1. Menyegerakan berbuka menghasilkan kebaikan. Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Manusia akan terus dalam kebaikan selama menyegerakan buka." (HR Bukhari dan Muslim).
2. Menyegerakan buka adalah sunnah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda(yang artinya), "Umatku akan terus dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu bintang ketika berbuka (puasa)." (HR Ibnu Hibban).
3. Menyegerakan buka berarti menyelisihi Yahudi dan Nashara. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Agama ini akan terus jaya selama menyegerakan buka, karena orang Yahudi dan Nashara mengakhirkannya." (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban).
4. Berbuka sebelum shalat maghrib. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka sebelum shalat maghrib (HR Ahmad, Abu Dawud), karena menyegerakan berbuka termasuk akhlaknya para Nabi. Dari Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu, "Tiga perkara yang merupakan akhlak para nabi: menyegerakan buka, mengakhirkan sahur, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat."
(HR Thabrani).

3. Berbuka dengan apa?

Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan berbuka dengan kurma, kalau tidak ada dengan air, ini termasuk kesempurnaan kasih sayang dan semangatnya Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk kebaikan) umatnya dan dalam menasehati mereka. Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari bangsa kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan kebahagiaanmu), terhadap orang-orang mukmin ia amat pengasih lagi penyayang."
(QS At Taubah: 128).

Dengan memberi sesuatu yang manis (kurma) pada perut yang kosong, maka tubuh akan lebih siap menerima dan mendapatkan manfaatnya, terutama tubuh yang sehat, akan bertambah kuat dengannya. Dan bahwasanya puasa itu menghasilkan keringnya tubuh, maka air akan membasahinya, hingga sempurnalah manfaat makanan.

Dan ketahuilah, bahwa kurma itu memiliki barakah dan kekhususan -demikian pula air- memiliki efek yang positif terhadap hati dan mensucikannya, tiada yang mengetahuinya, kecuali orang-orang yang ittiba’ / mengikuti.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat, jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma, beliau minum dengan satu tegukan air."
(HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah).

4. Apa yang Diucapkan ketika Berbuka?

Ketahuilah saudaraku yang berpuasa -semoga Allah memberikan taufik kepada kami dan Anda untuk selalu mengikuti sunnah Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam-, sungguh engkau memiliki do’a yang mustajab, maka ambillah kesempatan itu dan berdo’alah kepada Allah sedang engkau merasa yakin akan dikabulkan -ketahuilah sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai lagi main-main- berdo’alah kepadaNya sesuatu yang engkau inginkan dengan do’a-do’a yang baik, semoga engkau mendapatkan dua kebaikan di dunia dan akhirat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Ada tiga orang yang tidak akan tertolak do’a mereka: seorang yang puasa ketika sedang berbuka, seorang imam yang adil, dan do’a seorang yang terzholimi."
(HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).

Dan dari Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash berkata, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Sungguh bagi orang yang berpuasa itu memiliki do’a yang tidak akan tertolak ketika berhias."
(HR Ibnu Majah, Al Hakim).

5. Memberi Makan Orang yang Berpuasa

Dan hendaklah engkau bersemangat, wahai saudaraku -semoga Allah memberi berkah dan taufikNya kepadamu sehingga mampu mengamalkan kebaikan dan ketaqwaan- (yaitu) bila engkau memberi makan kepada orang puasa, maka padanya terdapat pahala yang agung serta kebaikan yang melimpah ruah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Barangsiapa memberi makan seorang yang berpuasa, ia mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya."
(HR Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Dan apabila seorang muslim yang sedang berpuasa diundang makan, wajib baginya untuk memenuhi undangan tersebut. Karena barangsiapa yang tidak memenuhi undangan, maka sungguh ia telah mendurhakai Abul Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan disukai bagi yang diundang (makan) untuk mendo’akan kebaikan kepada si pengundang setelah selesai makan, sebagaimana telah datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam do’a yang bermacam-macam, di antaranya:

"Orang-orang yang baik telah makan makananmu dan para malaikat telah bershalawat kepadamu serta orang-orang yang berpuasa telah berbuka di rumahmu."
(HR Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An Nasa`i, dan yang lainnya).

"Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi makan kepadaku dan berilah minum orang yang telah memberi minum kepadaku."
(HR Muslim dari Al Miqdad).

"Ya Allah, ampunilah mereka, sayangilah mereka dan berkahilah terhadap apa yang telah Engkau rizkikan kepada mereka."
(HR Muslim dari Abdullah bin Busr).

Judul Asli:
"Sahur dan Berbuka Puasa Menurut Sunnah Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam"

Sumber: Buletin Al Wala’ Wal Bara’
Edisi ke-1 Tahun ke-2 / 14 November 2003 M / 19 Ramadhan 1424 H

Monday, July 11, 2011

Kaedah Suci dan najis dari Asy Syaukani

Kami sangat tertarik sekali dengan Fiqh Imam Besar Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani. Pernah kami bahas dalam suatu majelis tentang fiqih thoharoh dari kitab Asy Syaukani "Ad Daroril Madhiyah". Sedikit faedah yang kami peroleh sengaja kami tuangkan dalam tulisan ini.

Faedah pertama:

فَإِنَّ أَصْلَ عُنْصُرِ المَاءِ طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ بِلاَ نِزَاعٍ

“Hukum asal dari air adalah suci dan mensucikan, kaedah ini tidak diperselisihkan (oleh para ulama).”
(Ad Daroril Madhiyah, hal. 9)


Faedah kedua:

ولا يقدح في ذلك التخفيف في تطهيرهما في بعض الأحوال

“Jika ada berbagai macam cara dalam menyucikan (kotoran dan kencing manusia) sampai ada cara menyucikan yang ringan, maka itu tidak mencacati bahwa kotoran dan kencing manusia itu najis.” (Ad Daroril Madhiyah, hal. 21). Maksudnya, adalah bagaimana pun cara pembersihan najis selama itu diperintahkan untuk dibersihkan atau dicuci dalam nash (dalil), maka itu menunjukkan najisnya. Sebagaimana yang terjadi pada kencing manusia, kadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh menyiram seperti yang terjadi pada kencing Arab Badui yang nakal kencing di masjid Nabi. Kadang pula kencing diperingan cukup diperciki sebagaimana hal ini berlaku pada kencing bayi laki-laki. Namun kedua kasus ini tetap menunjukkan najisnya kencing.

Faedah ketiga:

الأصل في كل شئ أنه طاهر

“Asal segala sesuatu adalah suci.”
(Ad Daroril Madhiyah, hal. 23)

Faedah keempat:

لأن القول بنجاسته يستلزم تعبد العباد بحكم من الأحكام والأصل عدم ذلك والبراءة قاضية بأنه لا تكليف بالمحتمل حتى يثبت ثبوتا ينقل عن ذلك

“Jika dikatakan bahwa sesuatu itu najis, maka ini berarti membebani hamba dengan suatu hukum. Oleh karenanya, hukum asalnya, seseorang hamba terbebas dari beban dan seorang hamba tidak dibebani kewajiban dengan sesuatu yang masih kemungkinan (muhtamal) najis atau tidaknya sampai ada dalil yang menyatakan dengan jelas bahwa itu najis.”
(Ad Daroril Madhiyah, hal. 23)

Moga Allah mudahkan untuk menggali faedah lainnya.


Referensi:

Ad Daroril Madhiyah, Asy Syaukani, terbitan Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H

Panggang-Gunung Kidul, 17 Maret 2010

Taman Dari : Rumaysho.Com

Thursday, July 7, 2011

Sudah Ikhlaskah Kita ?

Bukan sesuatu yang asing lagi di telinga kita apabila kita mendengar ada orang yang berkata, “Aku ikhlas kok!” atau “Kerjanya yang ikhlas ya!”, tapi apakah kita pernah bertanya kepada diri kita apa sebenarnya ikhlas itu? Apakah yang kita pahami tentang ikhlas itu sama dengan yang dimaksud oleh Allah dan RasulNya? Oleh karena itu, pada edisi perdana ini kita akan mencoba mempelajari makna ikhlas yang benar dan beberapa hal yang berhubungan dengannya.


Makna ikhlas

Ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan mengharap pahala dariNya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap balasan dari Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: ”Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan”.

Urgensi Ikhlas

Ikhlas dalam beramal memiliki peranan yang sangat penting, karena ia adalah syarat diterimanya amal tersebut, sebagaimana firman Allah yang artinya : “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas menaatiNya semata-mata karena (menjalankan ) agama, dan juga agar menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus dan benar”
( QS. Al-Bayyinah :5 ).

Oleh sebab itu, apabila seseorang tidak ikhlas dan dia beramal hanya untuk tujuan-tujuan dunia, maka ini adalah pertanda kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan”
( QS Al-Furqan: 23 ).

Di dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya” (HR. Muslim).

Petunjuk Alqur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ikhlas

Kalau kita duduk sejenak untuk mentadaburi ayat-ayat Allah dan Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya kita akan mendapatkan banyak sekali ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk ikhlas di dalam beramal, diantaranya adalah firman Allah pada surat Adz-Dzariyat: 56 yang artinya: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja”.

Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang tujuan diciptakannya manusia dan jin, yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah semata, ini berarti semua amal yang kita lakukan haruslah murni hanya untuk Allah bukan untuk selainNya.

Begitu juga firman Allah yang artinya: “Katakanlah, (wahai Muhammad ) hanya Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agamaku”
( QS. Az-Zumar: 14 ).
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada nabiNya untuk menyatakan keikhlasan di dalam ibadah, maka perintah kepada rasul merupakan perintah kepada umatnya pula.

Adapun hadits-hadits Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wa sallam- yang berkaitan dengan ikhlas sangatlah banyak, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khattab, beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung dari pada niatnya dan balasan yang akan diperoleh seseorang tergantung dari apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah untuk Allah dan rasulNya maka hijrahnya itu akan menuju Allah dan rasulNya dan barang siapa yang berhijrah untuk dunia yang dia cari atau wanita yang ingin dia nikahi maka hijrahnya itu akan tertuju untuk apa yang ia inginkan”.
(HR. Bukhari dan Muslim).

Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan balasan orang-orang yang berbuat amal karena Allah, yaitu Allah akan menerima amalnya. Adapun orang-orang yang beramal untuk selainNya maka terkadang Allah akan memberi sesuai dengan yang ia inginkan namun ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah.

Hal-hal yang dapat merusak ikhlas.

Setan adalah musuh terbesar manusia. Setan tidak akan pernah membiarkan manusia melakukan suatu amal kebaikan melainkan dia akan berusaha untuk merusak amalan tersebut. Begitulah yang terjadi jika seseorang berusaha untuk megikhlaskan ibadahnya, maka disitulah setan akan berusaha untuk membuat manusia tidak ikhlas.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim haruslah mengetahui tipuan-tipuan setan sehingga kita tidak terjebak di dalamnya karena barangsiapa yang tidak mengetahui tipuan-tipuan tersebut maka dia akan terjatuh di dalamnya.

Diantara hal-hal yang dapat merusak keikhlasan seseorang adalah :

1. Riya’

Yang dimaksud dengan riya’ adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan orang lain melihatnya dan memujinya. Perbuatan seperti ini adalah termasuk pembatal keikhlasan. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan jika umatnya terjatuh dalam perbuatan tersebut.

sebagaimana sabda beliau yang artinya : “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya : ‘Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya’, ‘Pergilah kalian kepada apa-apa yang membuat kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mandapat balasan dari mereka’”
(HR. Ahmad ).

Di dalam hadits ini kita mendapati bagaimana besarnya kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya sehingga beliau menerangkan apa-apa yang membahayakan umatnya di dunia dan di akhirat. Pada hadits ini pula kita dapat mengetahui bahaya riya’, yaitu pelakunya tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah menyuruh mereka untuk pergi kepada apa-apa yang menyebabkan mereka berbuat riya’.

Apabila mereka beramal karena ingin dilihat oleh teman-temannya dan ingin disebut sebagai orang yang alim, maka Allah akan menyuruhnya untuk pergi kepada teman-temannya tersebut untuk meminta balasan dari amalnya, maka tidaklah mungkin teman-temannya itu akan dapat memberi balasan kepadanya. Bahkan teman-temannya itupun membutuhkan pahala dari Allah.

Oleh sebab itu, hendaklah kita berhati-hati terhadap perbutan riya’ dan selalu meminta pertolongan Allah agar tidak terjatuh kepada perbuatan tersebut.

2. Sum’ah

Adapun yang dimaksud dengan sum’ah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang lain mendengar amalnya tersebut lalu memujinya. Maka bahaya sum’ah sama dengan bahaya riya’ dan pelakunya terancam tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang memperdengarkan amalannya maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan barang siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka niatnya di hadapan manusia”
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Ujub

Yang dimaksud dengan ujub adalah seseorang berbangga diri dengan amal-amalnya. Para ulama menerangkan bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ujub sebagai hal-hal yang membinasakan.

Beliau bersabda yang artinya: “Hal-hal yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang dengan dirinya, kikir yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti”
(HR. Al-Bazzar ).

Maka hendaklah kita berhati-hati dari ujub dan menyadari bahwa segala amal shalih yang kita lakukan adalah rahmat dari Allah kepada kita, dan bukan semata-mata karena usaha kita. Kita memohon kepada Allah agar menjauhkan diri kita dari penyakit-penyakit yang merusak keikhlasan dan agar Allah menerima amal shalih yang kita lakukan.

Untaian mutiara hikmah tentang ikhlas

Imam Sufyan Ats Tsauri-Rahimahullah- berkata “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah”. Sebagian ulama berkata, ”Ikhlas sesaat akan membuahkan keselamatan yang abadi”,

Ibnul Qoyyim-Rahimahullah- berkata, “Tidak akan berkumpul keikhlasan di dalam hati seseorang dengan kecintaan untuk dipuji dan disanjung serta keinginan untuk mendapatkan apa-apa yang ada di sisi manusia, kecuali sebagaimana berkumpulnya api dan air atau kadal gurun dan ikan.”

Imam Ibnul Mubarak berkata, “Betapa banyak amal yang sepele menjadi besar dikarenakan niat -yang benar-, dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil karena niat -yang salah-.

Setelah kita mengetahui bahwa ikhlas bukanlah hanya sekedar ucapan ‘Saya ikhlas’ dan bukan hanya sekedar tulus dalam memberi dan tanpa pamrih, maka marilah kita bertanya kepada diri kita sekarang “Sudahkah kita ikhlas dalam beramal?”, “Sudahkan kita terhindar dari hal-hal yang mengotori amal kita?”

Bila jawabannya adalah ‘sudah’, maka wajib bagi kita untuk bersyukur dan terus berusaha untuk istiqamah, adapun apabila jawabannya ‘belum’ maka hendaklah kita berusaha memperbaiki hati dan memohon taufik serta hidayah dari Allah supaya menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajma’iin.

Oleh: Adi Aprianto (Mahasiswa Ma’had Ali Al-Imam Asy-Syafii Jember)

Sumber Artikel : kajiansaid.wordpress.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites